Salam Indonesia!

Salam yg mempersatukan kita semua sebagai anak bangsa!

"Be Bold, Brave,Strong,Courageous,and Fearless"

I took from The Hanuman Factor by Anand Krishna. This is my Mantra, an open Mantra, No secret,nothing metaphoric or symbolic..

Minggu, 07 Februari 2010

Princess

Judul : Princess
Kisah Tragis Putri Arab Saudi
Pengarang : Jean P. Sasson
Tebal : 380 halaman
Penarbit : Ramala Books


Sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata sebuah pengalaman hidup seorang putri Saudi yang sangat dekat hubungannya dengan Raja. Berisi tentang kebulatan tekad dan keceriaan putri Saudi untuk mengubah kehidupan perempuan di Arab Saudi. Buku ini ditulis dengan sangat apik oleh Jean P. Sasson atas permintaan sang putri sendiri. Walaupun menurut penulis saat pertama kali bertemu dengan sang putri diawal tahun 1983, ia berpendapat bahwa menjadi seperti dia adalah mimpi semua perempuan. Bukan hanya cantik, Sultana juga sangat menyenangkan dan cerdas, memiliki semangat kemandirian yang jarang ditemui oleh penulis pada perempuan Saudi lain. Meskipun demikian kehidupan yang kontradiktif ia jalani sepanjang hidupnya. Dikelilingi dengan perhiasan-perhiasan dan dayang-dayang import, namun tidak memiliki kebebasan sama sekali. Bagaikan seorang tawanan dalam sangkar emas begitulah kehidupan perempuan Arab Saudi tanpa hak suara sama sekali dan tanpa kuasa untuk mengendalikan hidupnya sendiri. Takdirnya benar-benar bergantung dengan belas kasihan laki-laki dalam keuarganya yaitu ayah, saudara laki-lakinya dan suaminya.

Untuk pertama kalinya perempuan Arab Saudi membeberkan kisah nyata yang ada dalam sebuah masyarakat yang tertutup. ”Putri Sultana” membuka tabir yang sangat mengejutkan tentang kehidupan perempuan Saudi. Begitu banyak cerita tragis seputar perempuan Arab Saudi yang diungkapnya. Cerita tentang kehidupannya dan kehidupan perempuan yang banyak dikenalnya. Cerita tentang kawin paksa, perbudakan sex, dan kebiadaban laki-laki terhadap kaum hawa. Inilah sebuah kisah nyata yang tak akan anda lupakan. Dengan membaca buku ini, anda dengan sangat mudah memahami budaya yang mendasari perilaku sebuah masyarakat gurun pasir.

Kebanyakan keluarga-keluarga Arab Saudi berasal dari kelas bawah. Banyak dari mereka sangat kasar dan memiliki tatakrama yang buruk. Perilaku mereka membuktikan asumsi tersebut dan kebanyakan mereka mendadak kaya tanpa usaha keras karena kekayaan minyak bumi yang berlimpah. Dikatakan pula dalam buku ini bahwa kebanyakan pendidikan mereka hanya dari membaca kitab suci yang dikarenakan kebodohan maka maknanya diputarbalikkan sesuai dengan keinginan mereka.

Bagi kepala rumah tangga, status subordinat perempuan yang diindikasikan dalam kitab suci dipahami sebagai budak atau kadim. Dan perempuan lain yang bukan muslim dianggap sebagai pelacur. Hal ini dapat dilihat dengan sedemikian gencarnya kaum laki-laki Saudi bepergian ke negara-negara Asia untuk berlibur menikmati sex. Mengetahui bahwa beberapa perempuan Timur dijual, mereka menjadi yakin bahwa semua perempuan yang bukan muslim adalah untuk dibeli. Ketika seorang pelayan disewa, itu mereka anggap bisa dimanfaatkan seperti seekor binatang, menurut laki-laki di rumah itu.

Dengan membaca buku ini segala kejadian yang terjadi dengan para tenaga kerja wanita yang gencar kita kirim akan kita pahami sebagai sebuah kesalahan negara kita mencari jalan instant, tanpa memahami culture budaya mereka. Kemudian resiko yang ditanggungpun sangat besar. Dan apabila terjadi masalah dengan tenaga kerja yang mereka kirim melalui badan-badan pengirim tenaga kerja atau agent-agent pengirim, maka pemerintah pengirim tenaga kerja tidak mau menentang pemerintahan Arab Saudi dengan mengajukan keluhan formal. Dengan alasan bahwa negara pengexpor tenaga kerja wanita tersebut bergantung kepada devisa atau uang yang dikirim dari para pekerja di luar negeri. Hal ini sungguh mengerikan dan sangat tidak manusiawi mengingat begitu banyak korban yang berjatuhan setiap tahunnya.

Di Arab Saudi seperti banyak di dunia Arab, persoalan sex sangat tabu. Akibatnya perempuan malah selalu membicarakannya. Diskusi-diskusi berkenaan dengan sex, laki-laki dan anak-anak menyeruak dalam semua perkumpulan para perempuan. Kebanyakan para perempuan Saudi mengalami khitan saat mulai akhil balik. Sesuatu yang tidak dapat dibayangkan setiap perempuan yang mengalami trauma saat dikhitan dan saat itu pulalah perempuan Saudi tidak akan pernah mengalami orgasme dalam berhubungan sex seumur hidupnya. Justru dampak dari ritual khitan tersebut akan dimulai saat malam pertama hingga pengalaman sakit yang tak tertahankan setiap kali berhubungan sex akan selalu mereka alami.

Dalam buku ini pula diceritakan bahwa kebanyakan perempuan Saudi menyakini hal tersebut adalah kehendak dari Tuhan. Dan sebagian keluarga masih meneruskan praktik itu dan dilakukan oleh setiap orang yang dirinya sendiri menderita oleh pisau barbarisme itu. Dalam kebingungan mereka di masa lalu dan sekarang mereka tanpa sadar mendukung usaha laki-laki memenjara kaum perempuan dalam ketidaktahuan dan pengasingan. Sementara saat ini yang lain menganggapnya sebagai masa lalu yang barbar. Perempuan Arab Saudi hanya bisa mendapatkan kebahagiaan hanya jika laki-laki yang berkuasa memiliki kepedulian. Bila tidak duka-cita akan mengelilingi mereka. Tak peduli apapun yang mereka lakukan, masa depan mereka berhubungan dengan tingkat kebaikan hati dari laki-laki yang menguasai mereka. Tentu kita semua akan bertanya bagaimana kekejaman seperti itu bisa terus terjadi di negara kaya minyak dimana setiap warga negara menjadi terpelajar dan tercerahkan. Dalam buku ini putri Sultana mengatakan bahwa sebagian besar laki-laki di negaranya ingin mengatur semua orang disekeliling mereka. Dan tindakan-tindakan seperti ini didukung oleh orang yang dengan sengaja membelokkan kata-kata Nabi tercinta Nabi Muhammad untuk satu-satunya tujuan, membuat perempuan tetap tak berdaya dan patuh.

Buku ini menyentuh perempuan dari segala umur dan bangsa dan mencapai penjualan terbaik di banyak negara. Banyak guru di berbagai negara menjadikan buku ini sebagai karya yang harus dibaca untuk literatur kelas mereka. Dan buku ini juga sebagai salah satu acuan untuk studi perempuan. Tapi bukan sekedar itu saja maksud dari diterbitkannya buku ini. Karena Putri Sultana mengharapkan bahwa tidak akan terjadi lagi pembelengguan terhadap perempuan oleh kaum laki-laki manapun di negerinya. Saat terjadi perang teluk untuk membebaskan Kuwait, merupakan momentum perang yang sangat tajam antara laki-laki dan perempuan di Arab. Apabila perempuan melihat harapan bagi perubahan sosial, maka laki-laki merasakan bahaya perubahan masyarakat yang sedikit berbeda dari dua abad lalu. Para suami, ayah dan anak laki-laki tidak mau menentang kekuatan agama radikal yang menekan hak-hak perempuan.

Di tahun 1992 Sultana dan para perempuan Saudi lainnya telah dipaksa mundur kembali ke barak masa lampau. Kebebasan mengendarai mobil, melepaskan cadar, atau mengadakan perjalanan tanpa izin suami/bapak adalah impian-impian yang hilang di tengah-tengah perhatian yang lebih tertuju pada kekuatan yang mengancam jiwa yakni ancaman yang semakin besar dari ekstrimis agama diwilayah itu. Bagi Sultana semangat perlawanannya masih berkobar hingga kini sebagaimana ditujukan dalam seluruh halaman buku ini. Namun pemberontakannya harus tetap dirahasiakan karena meski ia berani menjalani semua cobaan hidup ia tidak tahan jika harus kehilangan anak-anaknya. Kegetirannya juga meluas manakala menatap masa depan buah hatinya. Dia tidak ingin pengalaman-pengalaman tersebut dialami oleh anak-anaknya dan setiap perempuan dimanapun. Menurut Sultana bagi para laki-laki Arab, perempuan ada hanya sebagai objek kenikmatan atau sarana melahirkan anak.

Dilihat dari apa yang diperjuangkan oleh RA.Kartini puluhan tahun silam ada persamaan perjuangan Sultana yang memiliki esensi yang matang bagi kaumnya. Bukan saja persamaan hak melainkan juga melihat perempuan sebagai kekuatan yang memiliki martabat bukan saja sebuah benda yang dapat diperdagangkan. Bila mengingat kembali apa yang dilakukan oleh Bung Karno saat menarik tangan Ibu Inggid untuk bergegas meninggalkan pertemuan di sebuah masjid di Sumatra karena Bung Karno tidak jadi menyampaikan pidatonya, karena saat itu para peserta telah dibatasi sebuah tali pembatas antara perempuan dan laki-laki yang menurut Bung Karno sangat tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang menjunjung tinggi Perempuan sebagai kekuatan atau Shakti ( Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adam ). Sejak dahulu pun kita mengenal pepatah bahwa surga berada di telapak kaki ibu. Maka ungkapan inipun lahir dari budaya yang luhur yang menghormati kaum perempuannya.

Budaya Nusantara menempatkan perempuan setara dan bahkan lebih tinggi dari pada kaum laki-laki. Dalam banyak hal perempuan lebih unggul daripada kaum laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari peningalan-peninggalan masa lalu yang menempatkan perempuan sebagai shakti atau energi itu sendiri. Budaya Nusantara, sesungguhnya tidak pernah menempatkan posisi perempuan “di bawah” kaum laki-laki. Itu sebabnya kaum perempuan disebut Shakti, energi untuk menjadi manusia ilahi ( Anand Krishna ). Bagi leluhur kita yang menjunjung tinggi kekuatan wanita yang memiliki kelembutan, empaty serta intuisi yang tajam yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki.

Peradaban Nusantara menempatkan perempuan begitu tinggi. Dalam budaya Nusantara perempuan bukanlah warga negara kelas dua justru perempuanlah ujung tombak bagi kebangkitan dan perubahan suatu bangsa. Lewat wanitalah anak-anak bangsa generasi penerus tercipta. Lewat perempuan yang berwawasan luas maka akan menularkan energy ini kepada anak-anaknya. Maka segala hal yang mengarah pada kehancuran martabat perempuan sangat bertentangan dengan semangat luhur dari peradaban Nusantara. Bangkitlah perempuan Indonesia, bangkit dengan kesadaran luhur bagi Ibu Pertiwi tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar